Jumat, 12 Februari 2010

Antasari 18 Tahun

Antasari divonis bersalah dan dihukum 18 tahun penjara. Menurut hakim, Antasari terbukti bersekongkol dengan memberikan foto Nasrudin kepada Williardi.

Saya bukan ahli hukum, tapi bukankah Williardi sudah menarik pengakuannya di pengadilan? Bahkan Williardi memberatkan kepolisian dengan mengatakan bahwa pengakuannya itu fabrikasi. Mengapa pengakuan Williardi yang terjadi di PENGADILAN ini tidak menjadi bahan pertimbangan hakim?

Belum lagi pengakuan ahli forensik yang lagi-lagi memberatkan kepolisian. Sekali lagi ini tidak menjadi pertimbangan hakim.

Tapi memang kalau kita mempertanyakan keabsahan putusan pengadilan di Indonesia, tidak akan ada habisnya. Entah apakah sistim juri akan lebih baik untuk peradilan, atau malah lebih kacau?

Senin, 03 November 2008

Partai Demokrat? Go To Hell

Baru saja saya berpikir untuk mendukung partai Demokrat, untuk mendukung presiden SBY yang tidak terlalu mengecewakan selama 4 tahun ini. Tiba tiba di halaman Jakarta Post muncul komentar dari anggota partai Demokrat, Hakim Sorimuda Pohan, yang .... yang... apa kata sifat yang tepat disini, bodoh? Tolol? Kurang ajar?

As if confirming it was all for the elections, Hakim Sorimuda Pohan of President Susilo Bambang Yudhoyono’s Democratic Party asked people not to vote for the PDI-P and the PDS because of their opposition to the [pornography] bill. “People must be aware now who they should vote for. They must not vote for the PDI-P and the PDS, which support pornography,” he said.
[Seperti ingin mengkonfirmasi bahwa ini semua hanya untuk pemilihan, Hakim Sorimuda Pohan dari partai Demokrat meminta rakyat untuk tidak memilih PDI-P dan PDS karena mereka menentang UU ponografi. "Rakyat harus sadar untuk siapa mereka memilih. Mereka tidak boleh memilih PDIP dan PDS yang mendukung pornografi]

Mendukung pornografi? Bagaimana kalau dikatakan bahwa partai Demokrat anti persamaan hak wanita? Sebenarnya pernyataan tersebut jauh lebih tepat! Selamat, partai Demokrat! Di iklan media, dikatakan bahwa partai ini adalah partai yang moderat. Ternyata maksudnya moderat adalah sama dengan Somalia dimana korban pemerkosaan berumur 13 tahun dilempari batu sampai mati karena "berselingkuh."

Ya, saya ingin berterima kasih kepada pak Hakim Sarimuda Pohan karena sekarang saya sadar seperti apa anggota partai Demokrat. Sekarang, saya tidak dapat mendukung PDIP karena rekor Megawati yang cukup kosong. PDS? PDS adalah partai beranggotakan Jeffrey Johanes Massie, ahli pemilihan AS yang menyatakan bahwa Obama adalah seorang Marxist dan pembunuh bayi. Sumber analisa-nya? Fox News, National Review, dan New York Post. Bagus, disaat Amerika semakin meninggalkan cara-cara partai Republik yang kotor, ada yang ingin meneruskan tradisinya di Indonesia.

Saat ini, tidak ada partai politik Indonesia yang bisa saya dukung.



Kamis, 30 Oktober 2008

Iklan Politik

Sekitar dua minggu yang lalu, saya mulai mendengar iklan Partai Demokrat di radio. Saya tidak ingat kalau saya pernah mendengar iklan politik di radio Indonesia sebelumnya, jadi buat saya ini cukup mengejutkan. Tidak lewat beberapa hari saya mulai melihat iklan Partai Demokrat (lagi) di koran Kompas. Di iklan itu didaftarkan hasil pemerintahan SBY yang lumayan akurat - kecuali saat iklan itu mengatakan kalau sudah ada puskesmas gratis: saya tidak tahu apakah pernyataan ini benar. Lalu, secara kebetulan saya menonton SCTV dan muncul pula iklan Partai Demokrat.

Sepertinya ini tanda yang bagus: sebuah kemajuan dibandingkan pemasangan bendera partai di sepanjang jalan dan spanduk-spanduk tak bermakna di jembatan-jembatan. Sebenarnya, apa sih fungsinya bendera dan spanduk itu? Apakah bendera dan spanduk itu memberi-tahukan kebijaksanaan partai yang ingin dilaksanakan? Buat saya, ini cuman memberi kesan kalau partai tersebut punya banyak uang tapi tidak tahu apa yang ingin mereka laksanakan di pemerintahan.

Saya cukup senang dengan arah demokrasi Indonesia. KPU akan menyelenggarakan debat, walaupun tidak diharuskan. Tapi siapa yang berani tidak ikut debat? Rasanya resiko tidak ikut debat besar sekali - apalagi kalau cap "pengecut" diberikan (*ehem* perhatian Ibu Mega). Saya harap pawai jalanan juga semakin berkurang - tidak membuktikan apa-apa dan hanya membuat sebal pemakai jalan. Tapi kampanye pertemuan memang harus diadakan, asal jangan hanya menjadi konser dangdut dan pencari jabatan mau menjabarkan kebijaksanaan yang ingin di-implementasi. Yah, satu atau dua lagu dangdut boleh lah.

Ngomong-ngomong, kenapa saya punya perasaan kalau orang berkumis kurang ada kemungkinan menjadi presiden Indonesia? Apa karena sejak Sukarno kita tidak punya presiden berkumis? Saya kepikiran soalnya setiap melihat pemilihan gubernur atau walikota, saya teruuuus saja melihat KUMIS dimana-mana. COBLOS KUMISNYA. Bleh rasanya pingin muntah mendengarnya.

Sabtu, 20 September 2008

Pornografi

Pada saat pemerintah harus mengatur moralitas, itulah saat dimana pemerintahan kita menjadi pemerintahan Teokratis. Itulah saat dimana pemerintah ingin menggantikan Tuhan dalam menghakimi manusia dalam moralitas.

Para pembuat hukum sebaiknya bertanya dahulu sebelum mengeluarkan hukum: dalam hal apakah khayalak umum dirugikan? Apakah ada yang terbunuh? Terluka? Dirugikan? Kehilangan haknya?

Dalam kasus pornografi, yang penting adalah: bagaimana caranya melindungi anak² dibawah umur dari pornografi, dan bagaimana agar tidak ada pihak yang dirugikan atau agar tidak ada unsur pemaksaan dimana hak individu dirampas. Termasuk dalam ini adalah apa yang boleh ditayangkan dalam televisi?

Apabila pemerintah dan anggota legislatif Indonesia khawatir pornografi dapat merusak moralitas bangsa dan mungkin bisa meningkatkan kejahatan seks, saya sarankan untuk lebih fokus pada pendidikan agar rakyat lebih bisa menggunakan akal sehat untuk tidak melakukan kejahatan, karena seks adalah kebutuhan biologis yang sulit dipungkiri.

Sebenarnya, kalau memang pornografi mau diberantas, cobalah publikasi Pos Kota dan Lampu Merah diberhentikan dulu. Dan artinya, hilangkanlah dulu hak untuk mengeluarkan pendapat.

Sosialisme dan Kapitalisme (1)

Belakangan ini kita mendengar berita dari Amerika Serikat bahwa raksasa finansial berguguran. Tak urung Federal Reserve dan menteri keuangan mengeluarkan biaya ratusan milyar dolar untuk mengambil alih perusahaan² tersebut untuk melindungi pemegang polis asuransi dan pemegang produk finansial institusi tersebut. Tentu saja politisi² Amerika Serikat dengan cepat mengingatkan bahwa uang tersebut jangan sampai menjadi pembagian uang dari pembayar pajak kepada manajer perusahaan² tersebut yang dengan serakah mengambil risiko yang tidak mereka mengerti. Tetapi tentu saja, dalam prakteknya tidak mudah untuk memastikan keadilan akan terjadi.

Inilah ironinya. Pada saat pendidikan dan kesehatan dibicarakan, sosialisme dikatakan sebagai sesuatu yang buruk dan jahat. Bahkan banyak rakyat Amerika yang menganggap sosialisme dan komunisme adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan harus dibasmi. Tetapi pada saat raksasa finansial berguguran, pemerintah langsung mengeluarkan kebijakan sosialis untuk menyelamatkan investor dan pasar, dan orang yang dulunya mengkritik segala bentuk sosialisme bertepuk tangan dalam intervensi ini.

Kita di Indonesia mengalami getirnya saat bank-bank berguguran. Pada tahun 1997 dan 1998, datang IMF dengan bantuan bersyaratnya. Para petinggi IMF meyakinkan pemerintah bahwa pasar bebas harus berfungsi agar Indoensia bisa keluar dari krisis. Institusi keuangan harus dibiarkan mati apabila tidak bisa berfungsi lagi. Segala macam hambatan terhadap perdagangan bebas harus dihilangkan. Nilai tukar Rupiah harus dibebaskan. Akibatnya, pertama kali bank-bank ditutup dengan jaminan pemerintah 20 juta per deposito- hasil dari nasihat IMF, seluruh sistim perbankan Indonesia hancur karena tidak ada kepercayaan terhadap institusi keuangan di Indonesia. Barulah setelah beberapa saat pemerintah Indonesia menjamin nilai deposito: sedikit terlambat karena kepercayaan bukan sesuatu yang bisa didapat sesaat.

Kontras dengan kebijakan pemerintah Malaysia saat itu yang menolak bantuan IMF dan melakukan intervensi terhadap keuangan Malaysia. Akhirnya Malaysia bisa keluar dari krisis keuangan secara relatif utuh. Saat itu IMF mengkritik pemerintahan Malaysia yang menolak nasihat IMF. Tapi sekarang, nyatanya $85 milyar untuk AIG lebih mirip dengan tindakan pemerintahan Malaysia daripada pemerintahan Indonesia.

Jadi apakah tindakan pemerintah Amerika Serikat yang anti nasihat IMF sudah benar? Sejujurnya saya tidak tahu jawabannya saat ini. Tapi yang pasti, ada saatnya laissez faire tidak selalu bekerja di ekonomi jaman sekarang yang kompleks.

Ini bukan berarti saya anti-kapitalisme dan pasar bebas. Menurut saya, kapitalisme tetap adalah sistim terbaik untuk penciptaan kekayaan dan nilai tambah. Tetapi pemerintah mempunyai fungsi yang tidak bisa atau tidak seharusnya dilepaskan kepada kekuatan pasar - keamanan, infrastruktur, hukum, dan lain-lainnya.

Kamis, 05 Juni 2008

FPI

Akhirnya pemerintah menangkapi anggota-anggota FPI, setelah sekian kalinya mereka bebas berbuat tindak anarkis. Tapi memang lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Bagusnya lagi, sepertinya tidak ada orang serius yang menentang penangkapan anggota FPI. Lihat saja DPR yang tidak menentang penangkapan ini.

Sebenarnya kita masih beruntung kalau mayoritas umat Muslim Indonesia adalah moderat. Coba dibayangkan apabila tidak: dengan tingkat kemiskinan seperti sekarang ini, sebenarnya ini adalah ladang subur untuk ekstrimis. Tetapi pasti ada orang-orang ekstremis yang mudah terbuai oleh hasutan dari orang seperti Habib Rizieq. Disinilah pendidikan dari pemerintah memainkan peran.

Kamis, 22 Mei 2008

Kenaikan Harga BBM

Harga Premium akan dinaikkan dari 4.500 rupiah menjadi 6.000 rupiah per liter, yang berarti kenaikan sebesar 33%. Sebenarnya sangat mengerikan apabila kita bayangkan akibatnya untuk rakyat yang miskin dan berpenghasilan pas-pasan. Tetapi saya tidak bisa menyalahkan pemerintah apabila mereka harus menaikkan harga BBM.

Realitasnya, harga minyak mentah dunia sekarang sudah mencapai US$120 per barrel (satu barrel = 159 liter). Akibatnya, subsidi pemerintah untuk tahun ini mungkin mencapai 200 triliun rupiah (Mungkin ada yang perlu mengecek hitungan saya? Data yang saya peroleh adalah: pada tahun 2007, subsidi pemerintah adalah 90 trilliun rupiah, dan penggunaan BBM adalah 38,2 juta kiloliter. Ini artinya adalah setiap liter minyak disubsidi sebesar 2.356 rupiah. Sekarang harga minyak adalah $120 per barrel, yang berarti kenaikan harga minyak mentah per liter adalah 2.760 rupiah. Ini artinya adalah total subsidi pemerinta adalah 90 triliun rupiah tambah 105 trilun rupiah untuk kenaikan harga minyak, yang kira-kira menjadi 200 triliun rupiah). 200 triliun rupiah, bukankah itu berarti setengah dari APBN pemerintah?

Tentunya pemerintah manapun juga boleh saja menjalankan anggaran defisit. Tetapi defisit yang baik adalah defisit yang diakibatkan oleh pengeluaran untuk investasi masa depan bangsa yang bisa meningkatkan produktivitas masyarakat. Contohnya adalah pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Tetapi, defisit besar yang tidak digunakan untuk investasi masa depan tidak bisa dibenarkan, apalagi untuk subsidi minyak yang lebih menguntungkan pengguna minyak (baca: bukan rakyat miskin).

Tapi ini hanyalah pertimbangan makro. Saya boleh saja mengetik di komputer saya dan mendukung kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga minyak. Tapi, harus diakui, saya bukan bagian dari rakyat miskin. Kehidupan saya boleh dibilang sudah tercukupi, dan saya tidak perlu memusingkan mengenai makanan apa yang akan saya makan besok, atau lusa, atau esok lusanya. Yang saya khawatirkan adalah mereka yang berusaha setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari: bagaimanakah caranya mereka bertahan menghadapi kenaikan harga minyak seperti ini? Belum lagi efek kenaikan harga barang lainnya akibat naiknya harga BBM.

Memang pemerintah berada di posisi sulit. Apabila mereka mempertahankan subsidi, maka mereka hanya akan mencetak uang untuk membiayai defisit anggaran yang membengkak, dan akibatnya Rupiah hanya akan melemah dan inflasi secara tidak langsung pasti akan muncul karena likuiditas yang berlebihan. Sementara itu konsumsi minyak tidak akan berkurang walaupun sudah digelar ribuan spanduk untuk meminta konsumen dalam menghemat BBM dan listrik. Di sisi lain, dengan dikuranginya subsidi minyak, rakyat miskin akan merasakan kenaikan harga secara langsung. Tentunya pemerintah bisa menggunakan uang yang dihemat dalam pendidikan atau infrastruktur atau dengan bantuan langsung. Tetapi, apakah mereka akan melakukannya dengan bersih tanpa korupsi? Dan seberapa cepatkah efeknya bisa dirasakan oleh rakyat miskin?

Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah beberapa politikus yang menggunakan kesempatan ini untuk membangkitkan amarah rakyat untuk memprotes kebijaksanaan pemerintah. Sebenarnya, apabila rakyat miskin marah atas kenaikan harga BBM karena tidak mengerti ekonomi, saya dapat mengerti karena urusan mengisi perut dalam hari ini lebih dekat dibandingkan urusan anggaran pemerintah. Tetapi beberapa tokoh politik yang paling kritis ini seharusnya mengerti realitas ekonomi dunia, apalagi banyak dari mereka yang mengaku mempunyai gelar akademis seperti doktorat atau master dll. Mengapa mereka malah mengelabui rakyat dan membangkitkan amarah? Sebenarnya kalau mereka berada di posisi kekuasaan, apakah mereka tidak akan melakukan hal yang sama?

Sekarang sudah ada isu bahwa bisa terjadi keributan seperti tahun 1998. Saya sungguh berharap itu tak akan terjadi. Tetapi memang sulit untuk mengatasi amarah rakyat. Pemerintah dapat membantu mereka secara langsung; mungkin dengan meringankan beban biaya sekolah, atau pemberian uang secara langsung pada rakyat miskin. Politikus juga harus menjelaskan realita masalah kepada rakyat, bukan memperkeruh keadaan. Dan, seperti yang dikatakan pastur saya saat kotbah, kita yang cukup mampu harus menahan diri. Jangan bertindak tengik dan norak dan memamer-mamerkan kekayaan. Dalam kata lain, janganlah bertindak seperti Adinda Bakrie.